Berita

Tambang Pasir Ilegal Makin Marak, Pemkab Lumajang Dirugikan

Editor PB
×

Tambang Pasir Ilegal Makin Marak, Pemkab Lumajang Dirugikan

Sebarkan artikel ini

Lumajang, Portal bangsa. Co. Id
Tidak adanya tindakan tegas terhadap penambang pasir ilegal oleh penegak hukum, membuat aktifitas pertambangan ilegal makin marak.akibatnya setoran pajak pasir ke pemkab Lumajang tidak maksimal.

Diduga ada keterlibatan oknum dalam peredaran Surat Keterangan Asal Barang (SKAB) ilegal dan jual beli SKAB di luar koordinat, yang membuat tambang ilegal terus beroperasi.

Pemilik Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi (IUP OP) diduga menjual dokumen tersebut untuk memuluskan pengangkutan pasir ilegal, sementara di lapangan, pemalsuan dokumen dan kerjasama dengan oknum di titik pemeriksaan semakin mempersulit pengawasan.

Ketua Asosiasi Pengusaha Pertambangan Rakyat Indonesia (APPRI), Didik Almasudi,
Didik Almasudi mengatakan, APH sebenarnya sudah mulai menelusuri jaringan SKAB ilegal ini, tetapi langkah yang diambil dinilai belum cukup tegas.
“Informasi yang kami terima, ada sopir truk yang diamankan karena membawa pasir dari lokasi ilegal,” katanya.

Dari pemeriksaan, diketahui bahwa SKAB yang digunakannya diperoleh dari pihak yang memperjualbelikannya secara ilegal.

“Tapi pertanyaannya, kenapa jaringan yang lebih besar belum tersentuh?” keluhnya.

Diterangkan, ada indikasi kuat keterlibatan pemegang IUP OP resmi, terutama di sekitar Jembatan Perak.

“banyak pemilik izin yang justru berkilah dan mengaku tidak mengetahui bagaimana SKAB mereka bisa beredar di tambang ilegal,” terangnya.

Pengusaha tambang legal, merasa sangat dirugikan.

“Tambang ilegal ini menjual pasir dengan harga jauh di bawah standar, tidak bayar pajak, dan tidak ada tanggung jawab terhadap lingkungan,”keluhnya lagi.

Kalau ini dibiarkan, bagaimana nasib industri pertambangan yang resmi.

“Penambang ilegal tidak punya ijin dan tidak setor pajak,” dalihnya.

Dia mendesak Badan Pendapatan Daerah (BPRD) agar menghapus SKAB elektronik dan kembali ke sistem cetak, karena dianggap lebih mudah diawasi.

“Sistem digital saat ini justru semakin membuka celah kebocoran dan penyalahgunaan,” tukasnya.

SKAB digital seharusnya membuat sistem lebih transparan, tapi justru dimanfaatkan oleh pihak yang tak bertanggung jawab.

Kalau tak bisa diawasi, lebih baik kembali ke sistem cetak,” pungkasnya.(tono)